Senin, 26 November 2012

Makalah Permodalan dan Investasi di Bidang Peternakan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani Indonesia khususnya dibidang peternakan didominasi oleh rumah tangga yang lemah dalam berbagai bidang dan kurang menguasai berbagai teknologi. Kurangnya modal, dan peralatan yang masi sangat terbatas  membuat peternak tidak mampu memproleh hasil yang berkualitas dan maksimal dan tidak adanya rasa percaya diri yang dimiliki peternak dan kurangnya alat-alat penunjang seperti transportasi. Oleh karena itu banyak alternatif yang ditawarkan untuk peternak dalam memperpleh modal antara lain membentuk kelembagaan berupa organisasi kerjasama kemitraan.

1.2. Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan agar kita lebih memahami tentang segala macam-macam permodalan yang dapat digunakan untuk membangun usaha peternakan serta cara-cara berinvestasi bagi peternak tradisional yang berskala kecil menjadi skala besar dengan cara Contract Farming.

 1.3. Rumusan masalah
 • Apakah pengertian modal yang sesungguhnya?
 •  Jenis-jenis modal
 • Cara-cara memulai usaha ternak.
 • Investasi apa saja yang dapat digunakan bagi peternak

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Modal
Modal adalah sesutu yang sangat dibutuhkan di dalam sebuah perusaan , salah satu yang utama di dalam perusahaan adalah ini. Modal itu banyak macam macamnya. Modal adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan suatu usaha perusahaan. Modal juga dapat dari dalam perusahan atau yang penambahan dari pihak pemilik perusaan dan juga dari pihak lain . Modal sangat besar mempengaruhi dalam jalanya suatu hidupnya perusahaan. Penentuan modal yang baik di dalam perusahaan dapat mempengaruhi jalanna kesuksesan (Sukarjo, 2001). Menurut Dina (2003) modal adalah segala sesutu yang yang diberikan dan dialokasikan kedalam suatu usaha dan atau badan yang gunanya pondasi untuk menjalankan apa yang diinginkan , yang dimana modal tersebut adalah dapat berupa modal yang langsung dapat digunakan dan atau modal tidak langsung dan juga modal itu dapat dari intern atau ekstern perusahaan .

2.2. Jenis-jenis Modal
• Modal aktif, Aktivitas penggunaan dana yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana pada berbagai aktiva.   Modal aktif terbagi menjadi
• Modal Asing/Utang Jangka Pendek Modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun.
Modal Asing/Utang Jangka Waktu Menengah Utang yang jangka waktu atau umurnya lebih dari satu tahun kurang dari 10 tahun. Modal Asing/Utang Jangka Wakyu Panjang yaitu Utang yang jangka waktunya lebih dari 10 tahun
• Modal sendiri, Menjalankan usaha dengan modal sendiri adalah dambaan setiap orang. Rata-rata usaha peternakan skala kecil menggunakan modal sendiri. Modal sendiri biasanya berasal dari tabungan keluarga yang terkumpul sekian lama, pesangon PHK, warisan, arisan, atau pesangon dana pensiun. Di antara kelebihan modal sendiri antara lain :
1. Kalau terjadi kegagalan usaha maka kita tidak mempunyai beban pengembalian modal orang lain
2. Kalau usaha nantinya berhasil maka keuntungan 100% akan menjadi milik kita
3. Rasa kekhawatiran dalam menjalankan usaha tidak sebesar kalau kita menggunakan modal orang lain

2.3. Cara Memulai Usaha
• Modal pinjaman Modal pinjaman biasanya diperoleh dari lembaga/instansi permodalan seperti bank, koperasi simpan pinjam/usaha atau seseorang dengan syarat dan ketentuan tertentu. Modal seperti ini identik dengan praktek ribawi (bunga) dan hukumnya haram menurut agama Islam. Kalau pinjaman tersebut tidak bersyarat seperti pinjam 10jt kembali 10 juta ya tidak ada masalah sama sekali. Seorang pemula hendaknya menjauhi modal pinjaman seperti ini karena di samping haram dampaknya pun panjang dan merugikan. Kita tidak mengetahui usaha yang akan kita jalankan nantinya mengalami keberhasilan atau malah kegagalan. Kalau pun berhasil maka keuntungan yang kita dapatkan haram dan kalau sampai mengalami kegagalan tentu lebih parah lagi karena di samping masih tetap mengembalikan modal pokok kita juga harus menambah sejumlah bunga yang telah disepakati di awal. Istilahnya kerennya sudah jatuh tertimpa tangga juga (Kusmini, 2001).
• Modal Hibah/Bergulir Dana hibah/bergulir berasal dari pemerintah, dan dalam penyalurannya dipercayakan kepada LSM atau lainnya. Dana hibah/bergulir dalam prakteknya banyak mengalami kendala. Pada umumnya yang terjadi di lapangan peternak asal-asalan dalam mengelola dana hibah/bergulir. Mengapa ? Karena peternak tidak pernah merasa memiliki dana tersebut dan lebih parah lagi kalau muncul anggapan bahwa dana tersebut berasal dari pemerintah maka uang tersebut adalah uang rakyat, jadi ‘ngemplang’ atau ‘menyalahgunakan’ uang tersebut tidak ada masalah. Maka tak heran kalau kita dapati LSM (penyalur dana hibah) kesulitan ketika melakukan pelaporan pertanggungjawaban ketika dana akan digulirkan kepada kelompok lain. Dan sudah menjadi rahasia umum kalau ternak/modal habis ketika pada waktu pelaporan pertanggungjawaban (Kusmini, 2001)

2.4. Investasi yang dapat dilakukan
Tipe Contract Farming Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme kelembagaan (kontrak) yang memperkuat posisi tawar-menawar petani, peternak dan nelayan dengan cara mengkaitkannya secara langsung atau pun tidak langsung dengan badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, petani, peternak dan nelayan kecil dapat beralih dari usaha tradisional/subsisten ke produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani, peternak dan nelayan kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda (multiplier effects) bagi perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas. Contract farming dapat juga dimaknai sebagai sistem produksi dan pemasaran berskala menengah, dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani, peternak dan nelayan kecil; kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi. Menurut Eaton dan Shepherd (2001) dalam bukunya Contract Farming: Partnership for Growth, contract farming dapat dibagi menjadi lima model.
• Pertama, centralized model, yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal, dimana sponsor membeli produk dari para petani dan kemudian memprosesnya atau mengemasnya dan memasarkan produknya.
• Kedua, nucleus estate model, yaitu variasi dari model terpusat, dimana dalam model ini sponsor dari proyek juga memiliki dan mengatur tanah perkebunan yang biasanya dekat dengan pabrik pengolahan.
• Ketiga, multipartite model, yaitu biasanya melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama berpartisipasi bersama para petani.
• Keempat, informal model, yaitu model yang biasanya diaplikasikan terhadap wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil yang biasanya membuat kontrak produksi informal yang mudah dengan para petani berdasarkan musiman.
• Kelima, intermediary model.

2.2.Manfaat Contract Farming
Dari beberapa tipe contract farming yang diuraikan di atas, dalam bidang peternakan tersirat bahwa kerjasama antar peternak dengan pihak kedua dapat terjalin secara baik bila terdapat saling ketergantungan yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, adanya contract farming dalam bidang perternakan dapat menguntungkan kedua belah pihak yaitu peternak dan perusahaan (sponsor). Contract farming memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Selain itu contract farming juga mengurangi resiko bagi peternak. Mereka memiliki kepastian bahwa produk yang dihasilkannya akan dibeli. Dalam jangka panjang mereka juga memperoleh manfaat yaitu peluang kemitraan di masa depan serta akses terhadap program-program pemerintah. Menurut Key dan Runsten (2004) dalam bukunya Contract Farming, Smallholders and Rural Development in Latin America, manfaat dari keikutsertaan dalam kontrak yaitu pengembangan akses pasar, kredit dan teknologi, manajemen resiko yang lebih baik, memberikan kesempatan kerja yang lebih baik bagi anggota keluarga dan secara tidak langsung, pendayagunaan perempuan serta pengembangan dari budaya berniaga yang berhasil. Dilihat dari pihak perusahaan, terdapat beberapa manfaat dengan adanya sistem contract farming dengan peternak kecil. Manfaat yang paling penting adalah mereka memperoleh akses untuk mendapatkan buruh dan kandang yang lebih murah untuk menumbuhkan produk peternakan yang bernilai tinggi. Perusahaan dapat ikut serta dalam pasar di mana biasanya mereka tidak diikutsertakan dan meminimalisir biaya dengan tidak membeli kandang sendiri atau secara langsung menyewa buruh. Pasokan bahan mentah dapat terjaga dengan batasan yang rasional dan memiliki kendali terhadap dasar produksi dan perlakuan pasca panen. Selain itu perusahaan juga memiliki kendali terhadap kualitas produk dan memiliki kesempatan memperoleh dan memperkenalkan jenis bibit ternak baru serta peningkatan kemungkinan pemenuhan kebutuhan konsumen secara spesifik.

2.3. Potensi yang menguntungkan bagi Peternak
Bagi peternak kecil pemasaran hasil produk masih merupakan aspek penting yang membutuhkan penanganan. Peternak seringkali harus menerima resiko harga, fluktuasi harga ternak mempengaruhi kestabilan penerimaan, dan peternak dalam pemasaran adalah sebagai penerima harga (price taker). Sistem kontrak yang menjamin pemasaran dapat mengurangi biaya transportasi dan tidak ada pengeluaran biaya lainnya selama proses pemasaran. Mengurangi resiko harga yang ditetapkan pasar atau harga yang ditentukan oleh pembeli dilakukan dengan mencari informasi pasar yang lebih baik dan memiliki akses pasar yang pasti, dimana peternak dapat mengetahui kualitas dan kuantitas ternak sesuai permintaan pasar. Perusahaan dapat mengintroduksikan bangsa ternak unggul dan transfer teknologi kepada peternak agar produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar. Dengan demikian insentif yang diterima lebih besar yang diperoleh dari efisiensi yang bisa diterapkan dengan harga pasar yang diterima .

 2.4. Keuntungan yang diperoleh perusahaan
Sistem kerjasama memberikan keuntungan bagi perusahaan karena dapat menerapkan efektivitas biaya yang dikeluarkan. Perusahaan dapat memproduksi ternak sesuai kebutuhan pasar tidak perlu membangun kadang, tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga kerja, tidak mengeluarkan biaya untuk pakan. Kualitas yang dihasilkan konsisten karena ada jaminan kontrol dari kelompok tani.

 2.5. Potensi kerugian yang ditimbulkan contract farming
 • Bagi Peternak Contract farming berpotensi pada hubungan kerjasama yang kurang seimbang antara peternak dengan perusahaan. Terjadinya monopsony karena penolakan produk oleh perusahaan, kurang transparan dalam menentukan harga produk. Oligopoli juga terjadi akibat ketidak seimbangan kontrak tersebut. Kurang terjalin kepercayaan pada kedua belah pihak. Ketergantungan yang berlebihan diciptakan oleh perusahaan dapat menyebabkan hutang peternak yang tidak mampu dibayarkan. Hilangnya fleksibilitas dan peternak telah terperangkap dalam kontrak sehingga tidak memiliki kekuatan untuk berbuat banyak kecuali mengikuti kondisi, hal ini biasanya yang membuat peternak menderita. Perbedaan penerapan pola usaha dimana perusahaan bersifat komersial sedangkan peternak bersifat tradisional menyebabkan ketidak-amanan pangan.
 • Bagi Perusahaan, dalam penerapan sistem contract farming, perusahaan mengeluarkan biaya transaksi yang cukup besar untuk mencari dan memilih peternak yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh suatu usaha. Selama kerjasama berjalan perusahaan juga dibebani biaya untuk monitoring. Permasalahan lain yang terjadi dan merugikan perusahaan seperti peternak tidak mampu menghasilkan produk sesuai keinginan perusahaan, peternak tidak mampu mengembalikan pinjaman kredit dan lainnya yang diakibatkan oleh gagalnya produksi. Perilaku buruk petani yang sering terjadi adalah penjualan produk yang dihasilkan peternak kepada perusahaan lain yang menjanjikan harga lebih atas fasilitas lainnya. Untuk input yang disediakan perusahaan maka biaya yang dikeluarkan adalah menjadi beban perusahaan. Penyalah gunaan input atau kredit yang diberikan pada peternak untuk digunakan pada produksi lain.

DATAR PUSTAKA
Sukarjo, 2001. Ilmu Perekonomian. Gajah Mada Press, Jogjakarta.
Hanifa, Dina, 2003. Dasar-dasar Modal Membangun Usaha. Jaya Media: Jakarta
Kusmini, 2001. Ilmu Manajemen Bisnis. Erlangga, Jakarta.
Eaton , M.A.O., dan Shepherd C. Castales, 2001. Contract Farming and Other Market Institutions as Mechanisms for Integrating Smallholder Livestock Producers in the Growth and Development of the Livestock Sector in Developing Countries.
Key dan Rusten, 2004. Formal and informal contract farming in poultry in Bangladesh.
Daryanto, A., 2004. Contract farming sebagai sumber pertumbuhan baru dalam bidang peternakan
Key dan Runsten (2004) . Contract Farming, Smallholders and Rural Development in Latin America

Senin, 04 Juni 2012

Laporan biokimia

BAB I PENDAHULUAN Bahan makanan pada hakekatnya merupakan bahan kimiawi alam yang kaidah-kaidah kimiawi dan fisisnya tidak menyimpang dari benda-benda alam lain. Menjadi sumber penyediaan gizi dalam proses kehidupan dan tenaga gerak kehidupan dan biokalori. Karbohidrat adalah sumber energi utama yang diperlukan oleh manusia. Selain kebutuhan karbohidrat, tubuh juga memerlukan protei dan lemak. Protein adalah makromolekul organik yang mempunyai susunan kompleks dan merupakan polimer alam dari asam-asam alfa-amino. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai pembangun sel – sel yang rusak, menyusun enzim dan horman serta membangun sel – sel baru Lemak merupakan suatu zat yang tidak larut dalam air, lemak berasal dari hewan dan tumbuhan. Lemak berfungsi sebagai penyedia energi kedua setelah karbohidrat saat karbohidrat dalam tubuh menipis. Glikolisis merupakan bagian dari metabolisme karbohidrat. Hasil akhir pemecahan karbohidrat adalah glukosa. Glikolisis ada dua jenis, yaitu glikolisis aerob dan anaerob. Praktikum biokimia dasar bertujuan untuk mengetahui sistem pencernaan dalam tubuh, yaitu pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak serta proses glikolisis. Manfaat dari praktikum Biokimia Dasar adalah mengetahui dasar analisis pencernaan karbohidrat, protein dan lemak dalam tubuh serta mengetahui proses glikolisis.   BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karbohidrat 2.1.1. Definisi Karbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang terdapat dalam alam. Banyak karbohidrat memiliki rumus empiris CH2O; misalnya, rumus molekul glukosa ialah C6H12O6 (enam kali CH2O). senyawa ini pernah disangka “hidrat dari karbon,” sehingga disebut karbohidrat. Dalam tahun 1880-an disadari bahwa gagasan “hidrat dari karbon” merupakan gagasan yang salah dan karbohidrat sebenarnya adalah polihidroksi aldehida dan keton atau turunan mereka (Fessenden,1997). Contoh senyawa karbohidrat adalah gula, pati dan selulosa satuan unit terkecil penyusun karbohidrat adalah monosakarida, atau disebut dengan gula sederhana yang hanya mengandung 3 sampai 7 atom hidrogen ( Lakitan, 1994 ). 2. 1.2 Klasifikasi karbohidrat Karbohidrat dapat dibagi dalam 4 golongan besar berdasarkan jumlah monomer yang menyusun polimernya, yaitu Monosakarida, Disakarida, Oligosakarida dan Polisakarida. Monosakarida sering juga disebut gula sederhana (simple sugars) adalah sakarida yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana lagi. Sifat dari monosakarida itu mudah larut dalam air, larutannya berasa manis. Disakarida adalah karohidrat yang menghasilkan 2 molekul monosakarida yang sama atau berbeda bila dihidrolisis. Rumus umumnya adalah Cn(H2(H2O)n-1. contohnya : sukrosa, laktosa, dan maltose. Oligosakarida adalah gula yang bila terhidrolisis menghasilkan beberapa molekul monosakarida. Polisakarida ialah karbohidrat dimana molekulnya apabila dihidrolisis menghasilkan banyak sekali monosakarida. Sifat polisakarida yaitu sukar larut dalam air,larutannya berupa koloid dan larutannya tidak manis (Fessenden 1986). 2.1.3. Pencernaan Karbohidrat Karbohidrat pada makan tidak dapat secara langsung diserap oleh tubuh, pemecahan karbohidrat menjadi molekul yang lebih kecil dibutuhkan oleh tubuh. Pemecahan molekul karbohidrat dilakukan oleh bantuan enzim, enzim yang digunakan untuk memecah molekul karbohidrat dari makanan ada enzim amilase. Adanya amilase (ptyalin) yang beercampur dengan makanan di dalam mulut yang tidak aktif pada pH < 4, pati dengan bantuan air ludah (saliva) yang terkandung enzim tadi (amilase-ptialin) akan diubah menjadi dekstrin. Asam klorida (HCL) yang diproduksi lambung, akan mengubah pati menjadi disakarida sebelum bereaksi asam (Masetyo, 1995). 2.1.4. Enzim Pencernaan Karbohidrat Enzim yang digunakan untuk pencernaan karbohidrat adalah enzim ptialin. Enzim ptialin mampu menghidrolisis/mencerna pati menjadi dekstrin dan maltosa. Enzim ptialin tidak aktif pada pH ≤ 4,0. (Masetyo, 1995). 2.2. Protein 2.2.1. Definisi protein Protein merupakan senyawa organik makro molekul yang mempunyai susunan komplek dan terdiri atas polimer-polimer alam yang terdiri atas beberapa alfa asam amino, serta terikat melalui ikatan peptida (Kleinfelter, 1986). Protein adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat kompleks dan serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino. Karena protein tersusun dari asam-asam amino, maka susunan kimia mengandung unsur-unsur seperti yang menyusun asam amino antara lain C, H, O, N, dan kadang-kadang S, P, Fe, dan Mg (Damin, 1997). 2.2.3. Pencernaan Protein Protein tersusun atas asam-asam alfa amino, maka susunan kimianya juga mengandung unsur-unsur seperti yang terdapat dalam asam-asam amino penyusunnya, yaitu : karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen (Anggorodi, 1994). Molekul protein terdapat unsur-unsur belerang, yaitu bila diantara monomernya terdapat asam amino sistein metionin. Protein majemuk disamping unsur-unsur tersebut kemungkinan masih mengandung fosfor, besi atau magnesium. Susunan untuk bagian-bagian protein untuk berbagai macam tidak jauh berbeda, yaitu sekitar : 52,40% karbon; 6,90-7,30% hidrogen; 15,30-18% nitrogen; 21-23,50% oksigen dan 0,80-2,00% belerang (Hart, 2000). Pencernaan protein terjadi di lambung dan usus halus. Di lambung protein dicerna oleh enzim pepsin yang mengubah protein menjadi pepton dan di usus halus protein dicerna oleh enzim pankreas yang menghidrolisa protein menjadi asam amino. Lebih kurang 30% dari protein dirombak menjadi asam amino sederhana dan langsung diserap oleh usus. Dan 70% protein dipecah menjadi dipeptida, tripeptida, atau terdiri atas lebih dari 3 asam amino (Suhardjo, 1992). 2.2.4 Enzim Pencernaan protein Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi atau zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Faktor-faktor yang mempengaruhi enzim adalah temperature, tingkat keasaman, konsentrasi substrat dan enzim serta invibitor enzim (Garrett, 1999). Enzim yang mencerna protein itu banyak sekali, enzim-enzim yang mencerna protein yaitu enzim protease. Enzim lisozim, pada ludah, untuk memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Enzim prekursor pepsin berada di lambung, berfungsi memecah protein. Enzim pepsin ini hanya dapat bekerja pada pH yang asam dan akan terdenaturasi pada suhu yang tinggi dan tidak akan bekerja pada suhu yang rendah. Enzim pankretik dari pancreas bersama dgn empedu dari hati,akan mencerna protein, karbohidrat, dan lemak didalam usus halus. Enzim proteolitik dari pancreas akan memecah protein kedalam bntuk yang dapat digunakan oleh tubuh (Alan, 1985). 2.3. Lemak 2.3.1. Definisi Lemak Lemak adalah trigleserida antara ester gliserol dan asam lemak, dimana ketiga radikal hidroksil dari gliserol semuanya diesterkan (Poedjiati, 1994). Istilah lemak meliputi minyak, pebedaanya adalah : lemak itu solid (padat) dengan suhu kamar (200C), sedangkan minyak pada temperatur tersebut berbentuk cair (Irfan, 2000). 2.3.2 Klasifikasi Lemak Lemak dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi : Pertama, lemak dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya ikatan rangkap pada lemak menjadi dua, yaitu lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Lemak jenuh adalah jenis lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap, memiliki rumus umum CnH2n+1 Lemak tak jenuh merupakan lemak yang memiliki sebuah atau lebih ikatan rangkap dua dalam molekulnya (Damin, 1997). Kedua, lemak juga dapat dibedakan berdasarkan asalnya, yaitu lemak hewani dan lemak nabati. Lemak hewani merupakan zat padat karena unit penyusunya berupa asam lemak jenuh rantai panjang. Pada suhu kamar, lemak yang terdapat pada ikan paus, ikan kod dan ikan hering, berupa zat cair sehingga dikenal sebagai minyak ikan. Bentuk dari lemak hewan ini adalah padat. Sedangkan pada lemak nabati bentuknya cair, karena pada umumnya mengandung satu atau lebih asam lemak tak jenuh sebagai unit penyusunya. Lemak nabati banyak terdapat pada kacang-kacangan, buah-buahan, biji- bijian dan akar tanaman (Sumardjo, 1997). Ketiga, Bardasarkan bentuknya lemak terbagi menjadi dua, yaitu lemak padat dan lemak cair. Lemak lemak yang pada temperatur biasa atau kamar dalam bentuk padat dan lemak cair (minyak) yaitu lemak yang pada temperatur biasa merupakan zat cair (Fessenden, 1999). 2.3.3. Pencernaan Lemak Proses pencernaan lemak tidak terjadi pada mulut maupun lambung. Pencernaan lemak hanya terdapat pada usus karena pada usus terdapat enzim lipase yang dapat menguraikan lemak. Sesuai dengan pendapat Diah et.al (2009) yang menyatakan bahwa pencernaan lemak terjadi di dalam usus, karena usus mengandung lipase. Pencernaan lemak terjadi apabila lemak di hidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. (Masetya, 1995). 2.3.4. Enzim Pencernaan Lemak Enzim yang membantu proses pencernaan lemak adalah enzim lipase. Enzim ini dihasilkan oleh getah pankreas dan kemudian dialirkan ke usus duabelas jari (duodenum). Cara kerja enzim ini adalah memecah lemak menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan gliserol tidak larut dalam air, sehingga diangkut dengan getah bening. Lemak yang belum teremulsi dalam lambung dengan bantuan empedu dubah menjadi lemak yang sudah teremulsi dan selanjutnya bersama-sama dengan lemak yang mejadi lemak memang teremulsi akan masuk ke dalam usus halus (Masetya, 1995). 2.4 Glikolisis Glikolisis = gliko (glukosa), lisis (penguraian) adalah proses penguraian karbohidart (glukosa) menjadi piruvat. Reaksi penguraian ini terjadi dalam keadaan ada ataupun tanpa oksigen (Poedjiati. 1994). Setiap pemecahan 1 molekul glukosa pada reaksi glikolisis akan menghasilkan produk kotor berupa 2 molekul asam piruvat, 2 molekul NADH, 4 molekul ATP, dan 2 molekul air. Akan tetapi, pada awal reaksi ini telah digunakan 2 molekul ATP, sehingga hasil bersih reaksi ini adalah 2 molekul asam piruvat (C3H4O3), 2 molekul NADH, 2 molekul ATP, dan 2 molekul air (Page, 1997). Pencatatan air sebagai hasil glikolisis bersifat opsional, karena ada sumber lain yang tidak mencantumkan air sebagai hasil glikolisis (Martoharsono,1994). Bila ada oksigen, asam piruvat akan dioksidasi lebih lanjut menjadi CO2 dan air, misalnya pada hewan, tanaman dan banyak sel mikroba yang berada pada kondisi aerobik. Bila tanpa oksigen, asam piruvat akan dirubah menjadi etanol (fermentasi alkohol) pada ragi atau menjadi asam laktat pada otot manusia yang berkontraksi (Rizal, 2005).   BAB III MATERI DAN METODE Praktikum pencernaan lemak dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 April 2012 pukul 09.00 – 11.00 WIB., di Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. 3.1. Materi 3.1.1. Pencernaan Karbohidrat Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah saliva, larutan amilum 1% masak, larutan NaCl 0,1%, larutan HCl 0,1 N, ekstrak pankreas, larutan lugol. Peralatan yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas ukur untuk mengukur volume zat, inkubator, pemanas bunsen, penjepit, pipet tetes, gelas erlenmeyer, pipet mohr atau pipet ukur 10 ml. 3.1.2. Pencernaan Protein Kegiatan praktikum ini menggunakan bahan antara lain putih telur rebus, ekstrak pankreas, ekstrak pankreas panas, pepsin, pepsin panas, HCl 0,45%, NaOH 0,1 N dan air. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, batang pengaduk, rak tabung, erlenmayer, inkubator. 3.1.3. Pencernaan Lemak Bahan – bahan yang dipergunakan untuk praktikum pencernaan lemak kali ini ini adalah minyak goreng, PP lemak, Air, Ekstrak Pankreas (EP), NaOH dan empedu. Selain itu, alat – alat yang dibutuhkan adalah pipet filler, pipet ukur, pipet hisap, baker glass 100ml, baker glass 250ml, tabung reaksi, botol plasti, rak tabung, spuit 30ml, water bath. 3.1.4. Glikolisis Pada percobaan (Glikoslisis) alat – alat yang digunakan adalah tabung leher angsa 3 buah untuk mencampur larutan, Gelas ukur 10ml, Beker glass 100ml 2 buah, Beker glass 200ml 2 buah, Batang Pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk campuran, Botol putih yang berfungsi sebagai tempat Zat cair, Kertas lebel untuk penanda tabung, dan Sendok plastik untuk mengaduk campuran. Bahan – bahan yang di gunakan pada praktikum yaitu, Ragi panas (Ragi yang sebelumnya telah di panaskan dahulu), Ragi dingin (Ragi masih pada keadaan semula), Glukosa, dan Air. 3.1. Metode 3.2.1. Pencernaan karbohidrat 3.2.1.1. Pencernaan karbobohidrat oleh enzim ptialin Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini yaitu mengumpulkan saliva dengan cara berkumur dengan 20 ml 0,1% NaCl selama 1 menit, dan kemudian menuangkan air kumuran ke dalam masing-masing tabung. Pada tabung I, menambahkan 5 ml amilum dengan 1 ml air 1% yang telah dimasak. Tabung II, mengisi 5 ml amilum dengan 1 ml NaCl,lah. Mengisikan 5 ml amilum ke dalam tabung III serta menambahkan 1 ml saliva. 3.2.2. Pencernaan Karbohidrat oleh Ekstrak Pankreas Langkah pertama adalah Tabung IV mengisi 5 ml amilum dengan menambahkan 2 ml EP dan 1 ml air. Tabung V mengisi 5 ml amilum dengan menambahkan 2 ml EP dan 1 ml HCL 0,1 N, kemudian tabung VI mengisi 5 ml amilum ditambah 2 ml EP dan 1 ml NaOH 0,1 N. Selanjutnya memanaskan masing-masing tabung dengan inkubator pada suhu 370C, dan mengambil 1 tetes tiap 15 menit dan mengujinya dengan lugol kemudian mengamati perubahan warnanya. 3.2.3. Pencernaan Protein 3.2.2.1 Pencernaan Protein oleh Pepsin Langkah praktikum yang pertama mengambil 3 buah tabung reaksi dan mengisi masing-masing tabung tersebut dengan 2 ml larutan pepsin. Menambahkan 1 ml air dan potongan putih telur rebus ke dalam tabung yang pertama,menambahkan 1 ml larutan HCL 0,45% dan potongan putih telur rebus ke dalam tabung kedua. Pada tabung yang ketiga mendidihkan terlebih dahulu 2 ml larutan pepsin, kemudian menambahkan larutan HCl 0,45% dan potongan putih telur rebus setelah dingin. 3.2.2.2 Pencernaan Protein oleh Ekstrak Pankreas Praktikum yang kedua mengambil tiga buah tabung reaksi dan mengisi masing-masing tabung dengan 2 ml ekstrak pankreas. Menambahkan 1 ml air dan potongan putih telur rebus ke dalam tabung pertama,kemudian menambahkan 1 ml larutan NaOH 0,1 N dan potongan putih telur pada tabung kedua, tabung ketiga mendidihkan terlebih dahulu ekstrak pankreas, setelah dingin menambahkan 1 ml larutan NaOH 0,1 N dan potongan putih telur rebus ke dalamnya. Memasukkan tabung-tabung praktikum pertama dan kedua ke dalam penangas air atau inkubator yang bersuhu 370C selama 30 menit. Kemudian mengamati perubahan yang terjadi. 3.2.4. Pencernaan Lemak Praktikum pencernaan lemak kali ini kita harus menyiapkan 3 tabung yang masing – masing diisi dengan 2 ml minyak goreng. Pada tabung A, tabung ditambahkan 1 ml air. Pada tabung B, tabung ditambahkan 1 ml Ekstrak Pankreas. Pada tabung C, tabung ditambahkan 1ml Ekstra Pankreas dan 3 tetes empedu. Masing – masing tabung dikocok hingga semuanya tercampur. Setelah semua tercampur ketiga tabung tersebut dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 37oC selama 30 menit. Tabung dimasukkan ke dalam water bath mulai pukul 09:33 sampai 10:03, setelah itu tabung dikeluarkan dari waterbath kemudian setia tabung ditetesi dengan indikator PP 1 % sebanyak 5 tetes. Setelah larutan di dalam tabung tercampur semua, setia tabung ditetesi dengan NaOH 0,1M sampai terbentuk warna merah muda. Reaksi positif (+) ditandai dengan banyaknya NaOH yang dibutuhkan oleh larutan untuk membentuk warna merah muda. 3.2.5. Glikolisis Menyiapkan 3 tabung leher angsa yang telah di tempelkan kertas lebel agar bisa menandakan setiap tabung. Mengisi tabung pertama dengan 10 ml larutan ragi dan 10 ml larutan glukosa. Mengisi tabung kedua dengan 10 ml larutan ragi dan 10 ml air. Mengisi tabung ketiga dengan 10 ml larutan ragi panas dan 10 ml larutan glukosa. Setelah ragi di campurkan pada glukosa ataupun air, pada ujung tabung leher angsa tersebut di tutup menggunakan jari agar saat di kocok untuk mencampurkan baha tersebut tidak tumpah. Lalu diamkan ketiga tabung tersebut selama kurang lebih 45 menit. Memperhatikan timbulnya gelembung udara yang dihasilkan dari reaksi glikolisis.   BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pencernaan Karbohidrat 4.1.1. Pencernaan Karbobohidrat oleh Enzim Ptialin Tabel 1. Pencernaan Karbohidrat oleh Enzim Ptialin Tb Reagen yang dimasukkan Inkubasi 15’ 30’ 45’ 60’ 1 5 ml amilum + 1 ml air - - - - 2 5 ml amilum + 1 ml NaCL - - - - 3 5 ml amilum + 1 ml saliva + + + + Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2012 Tabung 1 dan 2 terbentuk warna biru kehitaman, tidak terjadi proses pencernaan karena tidak adanya enzim yang terdapat pada saliva yaitu enzim ptialin. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1998) bahwa proses pemecahan karbohidrat kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana membutuhkan bantuan enzim-enzim. Tabung 3 terbentuk warna kuning, terjadi proses pencernaan karena terdapat enzim ptialin yang terdapat pada saliva. Hal ini sesuai dengan pendapat Lubis (1963) bahwa hidrolisis pati dapat terjadi karena bantuan saliva. 4.1.2. Pencernaan Karbohidrat oleh Ekstrak Pankreas Tabel 2. Pencernaan Amilum masak oleh Ekstrak Pankreas Tb Reagen yang dimassukkan Inkubasi 15’ 30’ 45’ 60’ 4 5 ml amilum + 2ml EP +1 ml air + + + + 5 5 ml amilum + 2ml EP + 1 ml HCL 0,1 N _ _ _ _ 6 5 ml amilum + 2ml EP +1 ml NaOH 0,1 N _ _ _ _ Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2012 Hasil praktikum pada tabung 4 didapatkan hasil akhir warna kuning kecoklatan, reaksi ini positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Montgomery (1983) bahwa Enzim di dalam tubuh akan mencerna karbohidrat (misalnya pati atau amilum yang berlangsung mulai dari dalam rongga mulut oleh alfa amilase) sampai usus Tabung 5 terbentuk warna biru kehitaman, reaksi berjalan negatif karena adanya penambahan HCL. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimball (1998) bahwa membutuhkan bantuan enzim-enzim. Tabung 6 terbentuk warna biru kehitaman, reaksi berjalan negatif karena tidak adanya enzim ptialin yang mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltosa pada suasana basa (dengan penambahan NaOH). Hal ini sesuai dengan pendapat Martoharsono (1994) yang menyatakan bahwa enzim ptialin mampu mencerna pati menjadi dekstrin dan maltosa pada suasana basa dan tidak aktif pada suasana asam karena asam klorida (HCl) yang diproduksi lambung. 4.2. Pencernaan Protein 4.2.1. Pencernaan Protein oleh Pepsin Tabel 3. Hasil percobaan pencernaan protein oleh pepsin Tabung Materi Percobaan Hasil Keterangan D PTR + 2 ml pepsin + 1 ml airn - PTRtidak larut E PTR + 2 ml pepsin + 1 ml HCl + PTR terlarut F PTR + 2 ml pepsin panas + 1 ml - PTR tidak larut HCl 0,45% Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2012 Berdasarkan hasil pengujian yang diperoleh, pada tabung D terjadi reaksi negative (-) dan putih telur tidak terlarut. Protein pada tabung D tidak bisa tercerna disebabkan enzim pepsin tidak akan bisa berkerja pada air atau kondisi yang netral. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Aryulina (2004), yang menyatakan bahwa protein dicerna di lambung oleh enzim pepsin yang aktif pada pH 2-3 atau suasana asam. Pada tabung E terjadi reaksi positive (+) dan putih telur tercerna, protein pada tabung E bisa tercerna disebabkan enzim pepsin bekerja pada PH yang asam. Hal tersebut karena enzim pepsin bekerja dengan baik pada suasana asam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sumardjo (2006), yang menyatakan bahwa protein dalam lambung mengalami denaturasi oleh asam klorida sehingga protein relatif lebih mudah dipengaruhi oleh pepsin yang bekerja baik pada pH asam menjadi tidak aktif pada pH di atas 5. Pada tabung F terjadi reaksi negative (-) dan enzim tidak terlarut hal ini disebabkan enzim pepsin pada percobaan tersebut dipanaskan terlebih dahulu sehingga enzim pepsin terdenaturasi dan tidak dapat berfungsi. Enzim pepsin tidak akan dapat bekerja pada temperature yang panas (tinggi). Hal ini sesuai dengan pendapat Marks (1996), bahwa penyebab terjadinya denaturasi protein ialah panas, asam dan basa kuat serta garam-garam dari logam berat. 4.2.2. Pencernaan Protein oleh Ekstrak Pankreas Tabel 4. Hasil percobaan pencernaan protein oleh ekstrak pankreas Tabung Materi Percobaan Hasil Keterangan G PTR + 2 ml EP + 1 ml air - bewarna keruh H PTR + 2 ml EP + 1 ml NaOH 0,1 N + bewarna bening I PTR + 2 ml EP panas + - berwar keruh 1 ml NaOH 0,1 N Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia, 2012 Percobaan praktikum oleh ekstrak pancreas pada tabung G mendapatkan hasil yang negative (-) dan larutan pada tabung berwarna keruh hal ini disebabkan ekstrak pancreas tidak dapat berkerja pada air serta kondisi yang netral. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suhardjo (1992), yang mengatakan bahwa ektrak pancreas tidak akan bias bekerja pada kondisi yang netral. Tabung reaksi H menunjukkan hasil yang positif (+) dan larutan berwarna bening hal ini disebabkan ekstrak pancreas bekerja pada PH atau kondisi yang basa dan temperature yang netral atau normal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Marks (1996), yang menyatakan bahwa enzim pankreas (tripsin, kimotripsin, elastase, dan karboksipeptidase) bekerja di dalam usus halus yang pada keadaan basa. Pada tabung reaksi I mendapatkan hasil yang negative (-) dan larutan bewarna keruh, hal ini disebabkan ekstrak pancreas d panaskan terlebih dahulu sehingga terdenaturasi dan tidak dapat berfungsi mencerna protein. Ekstrak pancreas akan hancur pada suhu yang tinggi (panas). Hal ini sesuai dengan pendapat Aryulina (2004), yang menyatakan bahwa ketika protein dipanaskan di atas suhu tubuh akan mengalami denaturasi, artinya tidak menunjukkan aktivitas biologis yang normal. 4.3. Pencernaan Lemak 4.3.1. Pencernaan Lemak oleh Ekstrak Pankreas Tabel 5. Pencernaan Lemak oleh Ekstrak Pankreas (EP) Tabung Reagen yang dimasukkan Inkubasi 30’ Keterangan A 2 mL minyak goreng + 1 mL air - 1 tetes B 2 mL minyak goreng + 1 mL EP - 6 tetes C 2 mL minyak goreng + 1 mL EP + 3 tetes pankreas + 18 tetes Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2012 Berdasarkan hasil percobaan pencernaan lemak menghasilkan dua tabung bereaksi negative dan 1 ttabung bereaksi positif. Reaksi positif jika penambahan NaOH pada tabung cukup banyak. Penambahan NaOH menandakan banyaknya asam lemak dan gliserol yang harus dipecah. Pada tabung A dan B hanya membutuhkan sedikit NaOH, sedangkan pada tabung C mebutuhkan banyak NaOH. Hal ini disebabkan adanya penambahan empedu yang berfungsi untuk mengemulsi lemak, sehingga EP bakerja dengan optimal. Pembahasan tersebut sesuai dengan pendapat dari Damin (1997) yang menybutkan bahwa cairan empedu berfungsi untuk memecah lemak agar mudah dicerna. Kesimpulan dari pembahasan tersebut ada semakin banyak penambahan NaOH maka semakin banyak asam lemak dan gliserol yang di pecah. Pemecahan tersebut dibutuhkan untuk pencernaan karena pencernaan lemak terjadi apabila lemak di hidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. (Masetya, 1995). 4.4. Glikolisis 4.4.1. Percobaan Glikolisis Tabel 6. Percobaan Glikolisis Tabung Materi Percobaan Hasil 1 10ml larutan glukosa +10 ml larutan ragi + 2 10 ml larutan aquades+10 ml ragi - 3 10 ml larutan glukosa +10 ml larutan ragi panas - Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2012 Pada tabung I yang berisi glukosa + ragi menghasilkan reaksi positif, karena terdapat substrat dengan enzim. Proses glikolisis ini berlangsung dengan hasil akhir alkhohol dan CO2 membentuk gelembung – gelembung udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Page (1997) yang menyatakan bahwa pada glikolisis enzim yang menghasilkan CO2 ini bertanggung jawab terhadap kepala buih di atas gelas, sebuah hasil CO2 yang ditimbulkan oleh katabolisme selama peragian. Tabung II yang berisi air + ragi menghasilkan reaksi negatif, karena pada proses ini terdapat substrat akan tetapi tidak ada enzim yang menyertainya. Tidak terjadi proses glikolisis pada reaksi ini karena tidak timbul gelembung – gelembung udara. Tabung III yang berisi glukosa + ragi panas juga menhasilkan reaksi negatif sama seperti tabung II, karena pada reaksi ini terdapat substrat dan enzim namun enzim pada reaksi ini telah rusak sehingga pada proses glikolisis tidak terdapat berlangsung dan tidak ditemukan gelembung udara. Berdasarkan pengamatan pada percobaan glikolisis, didapat hasil negatif pada tabung tertutup 2 dan 3, sedangkan hasil positif hanya pada tabung leher angsa ke 1. Hal tersebut menunjukkan pada tabung 2 dan 3 tidak terjadi proses glikolisis karena pada tabung 3 ragi telah mengalami pemanasan dan pada tabung 2, yang direaksikan adalah air dengan ragi. Reaksi positif terjadi pada tabung 1 karena adanya proses glikolisis yaitu hidrolisis glukosa oleh sel ragi yang ditandai dengan adanya gelembung-gelembung udara serta. peristiwa tersebut terjadi dalam tabung dengan keadaan terbuka. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) bahwa bila ada oksigen, asam piruvat akan dioksidasi lebih lanjut menjadi CO2 dan air, misalnya pada hewan, tanaman dan banyak sel mikroba yang berada pada kondisi aerobik, bila tanpa oksigen, asam piruvat akan dirubah menjadi etanol (fermentasi alkohol) pada ragi atau menjadi asam laktat pada otot manusia yang berkontraksi. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan dalam tabung masih terdapat oksigen karena dalam proses penutupan tidak disertai dengan peniadaan oksigen dari dalam tabung.   BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan pada pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak dan glikolisis maka dapat diambil kesimpulan bahwa enzim-enzim dalam tubuh dapat membantu pencernaan. Enzim-enzim tersebut dapat bekerja pada kondisi asam dan basa, namun tidak pada posisi netral. Kesimpulan dan hasil percobaan tersebut bahwa larutan pepsin hanya dapat bekerja dalam kondisi asam dan ekstrak pankreas hanya dapat mencerna protein dalam kondisi basa. Lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol oleh ekstrak pankreas dan dapat teremulsikan oleh getah empedu. Semakin banyak gliserol dan asam lemak yang dibebaskan maka makin banyak pula basa yang diperlukan untuk menetralisir asam lemak tersebut, dan proses glikolisis merupakan proses fermentasi yang mengubah glukosa menjadi alkohol, H2Odan CO2. 5.2. Saran Menurut kami dalam melakukan praktikum pencernaan karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak dan glikolisis memerlukan ketelitian dan ketepatan, misal dalam penetesan NaOH, HCl, dan indikator fenolptalein. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, H. R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Aryulina, Diah. 2009. Biologi Jilid 2. Erlangga : Jakarta. Grant Press Publisher, Boston. Fersht, Alan (1985). Enzyme structure and mechanism. San Francisco: W.H. Freeman. Fessenden. 1986. Kimia Untuk Universitas. Erlangga, Jakarta. Fessenden. Ralp. J . 1997. Kimia Organic. Erlangga, Jakarta. Fessenden. Ralp. J . 1999. Kimia Organic Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Irfan, anshory. 2000. Kimia universitas. PT. Rineka Cipta : Jakarta. Jakarta. Kimball .1998. Biologi Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Kimball, Jhon W. 1998. Kimia Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Kleinfelter. 1986 , Technichues and Experiment for Organic Chemistry . Williard. Lakitan,B,1994. Dasar–Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lubis, D.A 1963. Ilmu makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta. Marks, Dawn B. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar. EGC, Jakarta. Martoharsono. 1994. Biokimia Jilid 1, Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta. Masetya, H. 1995. Ilmu Gizi. Rineka Cipta, Jakarta. Montgomery, R. 1983. Biokimia, Jilid 1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga, Jakarta Poedjiati, Anna. 1994. Dasar – dasar Biokimia. Universitas Indonesia, Jakarta Reginald H. Garrett (1999). Biochemistry. Philadelphia: Saunders College. Rizal. 2005. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka, Jakarta. Suhardjo. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius, Yogyakarta. Sumardjo, Damin. 1997. Kimia Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang. Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. EGC, Jakarta.

Jumat, 13 Januari 2012

Ceritaku..

Pada suatu hari aku pengen sekali makan indomie tapi uang ku habis. Jadi kujual Blackberry kesayangan ku untuk beli indomie. sekarang makan indomie terasa berbeda ketika aku tidak punya BB lagi. ini deritaku, apa deritamu....

Ngapain Mainin HP Malem-malem Gini

Pada suatu malam Jum’at Kliwon, seorang penjaga kuburan melihat ada seorang wanita sedang mainin HP di atas salah satu kuburan. Penjaga kuburanpun menegur: “Mbak ngapain malam-malam gini mainin hape di atas kuburan?” Si cewek menjawab “Iya pak, abis dibawah sinyalnya lemah…”

Kisah Anak Saudagar Minyak yang Kuliah di Jerman

Seorang mahasiswa Arab yang sedang kuliah di Jerman mengirim e-mail ke ayahnya, mengatakan: Abah tersayang, Berlin sangat indah, orang-orangnya baik dan saya benar-benar senang di sini, tapi Yah, saya sedikit malu untuk ke kampus dengan Ferrari 599GTB ketika semua guru dan banyak rekan siswa di sini berangkat dengan menggunakan kereta api. Putramu, Nasser Keesokan harinya, Nasser mendapat balasan e-mail-nya dari ayahnya: Anakku terkasih, 50 juta US Dollar baru saja ditransfer ke rekeningmu. Tolong jangan membuat malu keluarga. Pergi dan beli kereta apimu sendiri. Abah From Indonesia