BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petani Indonesia khususnya dibidang peternakan didominasi oleh rumah tangga yang lemah dalam berbagai bidang dan kurang menguasai berbagai teknologi. Kurangnya modal, dan peralatan yang masi sangat terbatas membuat peternak tidak mampu memproleh hasil yang berkualitas dan maksimal dan tidak adanya rasa percaya diri yang dimiliki peternak dan kurangnya alat-alat penunjang seperti transportasi. Oleh karena itu banyak alternatif yang ditawarkan untuk peternak dalam memperpleh modal antara lain membentuk kelembagaan berupa organisasi kerjasama kemitraan.
1.2. Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan agar kita lebih memahami tentang segala macam-macam permodalan yang dapat digunakan untuk membangun usaha peternakan serta cara-cara berinvestasi bagi peternak tradisional yang berskala kecil menjadi skala besar dengan cara Contract Farming.
1.3. Rumusan masalah
• Apakah pengertian modal yang sesungguhnya?
• Jenis-jenis modal
• Cara-cara memulai usaha ternak.
• Investasi apa saja yang dapat digunakan bagi peternak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Modal
Modal adalah sesutu yang sangat dibutuhkan di dalam sebuah perusaan , salah satu yang utama di dalam perusahaan adalah ini. Modal itu banyak macam macamnya. Modal adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan suatu usaha perusahaan. Modal juga dapat dari dalam perusahan atau yang penambahan dari pihak pemilik perusaan dan juga dari pihak lain . Modal sangat besar mempengaruhi dalam jalanya suatu hidupnya perusahaan. Penentuan modal yang baik di dalam perusahaan dapat mempengaruhi jalanna kesuksesan (Sukarjo, 2001). Menurut Dina (2003) modal adalah segala sesutu yang yang diberikan dan dialokasikan kedalam suatu usaha dan atau badan yang gunanya pondasi untuk menjalankan apa yang diinginkan , yang dimana modal tersebut adalah dapat berupa modal yang langsung dapat digunakan dan atau modal tidak langsung dan juga modal itu dapat dari intern atau ekstern perusahaan .
2.2. Jenis-jenis Modal
• Modal aktif, Aktivitas penggunaan dana yaitu aktivitas untuk menginvestasikan dana pada berbagai aktiva. Modal aktif terbagi menjadi
• Modal Asing/Utang Jangka Pendek Modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun.
Modal Asing/Utang Jangka Waktu Menengah Utang yang jangka waktu atau umurnya lebih dari satu tahun kurang dari 10 tahun. Modal Asing/Utang Jangka Wakyu Panjang yaitu Utang yang jangka waktunya lebih dari 10 tahun
• Modal sendiri, Menjalankan usaha dengan modal sendiri adalah dambaan setiap orang. Rata-rata usaha peternakan skala kecil menggunakan modal sendiri. Modal sendiri biasanya berasal dari tabungan keluarga yang terkumpul sekian lama, pesangon PHK, warisan, arisan, atau pesangon dana pensiun. Di antara kelebihan modal sendiri antara lain :
1. Kalau terjadi kegagalan usaha maka kita tidak mempunyai beban pengembalian modal orang lain
2. Kalau usaha nantinya berhasil maka keuntungan 100% akan menjadi milik kita
3. Rasa kekhawatiran dalam menjalankan usaha tidak sebesar kalau kita menggunakan modal orang lain
2.3. Cara Memulai Usaha
• Modal pinjaman Modal pinjaman biasanya diperoleh dari lembaga/instansi permodalan seperti bank, koperasi simpan pinjam/usaha atau seseorang dengan syarat dan ketentuan tertentu. Modal seperti ini identik dengan praktek ribawi (bunga) dan hukumnya haram menurut agama Islam. Kalau pinjaman tersebut tidak bersyarat seperti pinjam 10jt kembali 10 juta ya tidak ada masalah sama sekali. Seorang pemula hendaknya menjauhi modal pinjaman seperti ini karena di samping haram dampaknya pun panjang dan merugikan. Kita tidak mengetahui usaha yang akan kita jalankan nantinya mengalami keberhasilan atau malah kegagalan. Kalau pun berhasil maka keuntungan yang kita dapatkan haram dan kalau sampai mengalami kegagalan tentu lebih parah lagi karena di samping masih tetap mengembalikan modal pokok kita juga harus menambah sejumlah bunga yang telah disepakati di awal. Istilahnya kerennya sudah jatuh tertimpa tangga juga (Kusmini, 2001).
• Modal Hibah/Bergulir Dana hibah/bergulir berasal dari pemerintah, dan dalam penyalurannya dipercayakan kepada LSM atau lainnya. Dana hibah/bergulir dalam prakteknya banyak mengalami kendala. Pada umumnya yang terjadi di lapangan peternak asal-asalan dalam mengelola dana hibah/bergulir. Mengapa ? Karena peternak tidak pernah merasa memiliki dana tersebut dan lebih parah lagi kalau muncul anggapan bahwa dana tersebut berasal dari pemerintah maka uang tersebut adalah uang rakyat, jadi ‘ngemplang’ atau ‘menyalahgunakan’ uang tersebut tidak ada masalah. Maka tak heran kalau kita dapati LSM (penyalur dana hibah) kesulitan ketika melakukan pelaporan pertanggungjawaban ketika dana akan digulirkan kepada kelompok lain. Dan sudah menjadi rahasia umum kalau ternak/modal habis ketika pada waktu pelaporan pertanggungjawaban (Kusmini, 2001)
2.4. Investasi yang dapat dilakukan
Tipe Contract Farming Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme kelembagaan (kontrak) yang memperkuat posisi tawar-menawar petani, peternak dan nelayan dengan cara mengkaitkannya secara langsung atau pun tidak langsung dengan badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, petani, peternak dan nelayan kecil dapat beralih dari usaha tradisional/subsisten ke produksi yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani, peternak dan nelayan kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda (multiplier effects) bagi perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas. Contract farming dapat juga dimaknai sebagai sistem produksi dan pemasaran berskala menengah, dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani, peternak dan nelayan kecil; kesemuanya ini dilakukan dengan tujuan mengurangi biaya transaksi. Menurut Eaton dan Shepherd (2001) dalam bukunya Contract Farming: Partnership for Growth, contract farming dapat dibagi menjadi lima model.
• Pertama, centralized model, yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal, dimana sponsor membeli produk dari para petani dan kemudian memprosesnya atau mengemasnya dan memasarkan produknya.
• Kedua, nucleus estate model, yaitu variasi dari model terpusat, dimana dalam model ini sponsor dari proyek juga memiliki dan mengatur tanah perkebunan yang biasanya dekat dengan pabrik pengolahan.
• Ketiga, multipartite model, yaitu biasanya melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama berpartisipasi bersama para petani.
• Keempat, informal model, yaitu model yang biasanya diaplikasikan terhadap wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil yang biasanya membuat kontrak produksi informal yang mudah dengan para petani berdasarkan musiman.
• Kelima, intermediary model.
2.2.Manfaat Contract Farming
Dari beberapa tipe contract farming yang diuraikan di atas, dalam bidang peternakan tersirat bahwa kerjasama antar peternak dengan pihak kedua dapat terjalin secara baik bila terdapat saling ketergantungan yang saling menguntungkan. Dengan kata lain, adanya contract farming dalam bidang perternakan dapat menguntungkan kedua belah pihak yaitu peternak dan perusahaan (sponsor). Contract farming memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas serta dapat mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Selain itu contract farming juga mengurangi resiko bagi peternak. Mereka memiliki kepastian bahwa produk yang dihasilkannya akan dibeli. Dalam jangka panjang mereka juga memperoleh manfaat yaitu peluang kemitraan di masa depan serta akses terhadap program-program pemerintah. Menurut Key dan Runsten (2004) dalam bukunya Contract Farming, Smallholders and Rural Development in Latin America, manfaat dari keikutsertaan dalam kontrak yaitu pengembangan akses pasar, kredit dan teknologi, manajemen resiko yang lebih baik, memberikan kesempatan kerja yang lebih baik bagi anggota keluarga dan secara tidak langsung, pendayagunaan perempuan serta pengembangan dari budaya berniaga yang berhasil. Dilihat dari pihak perusahaan, terdapat beberapa manfaat dengan adanya sistem contract farming dengan peternak kecil. Manfaat yang paling penting adalah mereka memperoleh akses untuk mendapatkan buruh dan kandang yang lebih murah untuk menumbuhkan produk peternakan yang bernilai tinggi. Perusahaan dapat ikut serta dalam pasar di mana biasanya mereka tidak diikutsertakan dan meminimalisir biaya dengan tidak membeli kandang sendiri atau secara langsung menyewa buruh. Pasokan bahan mentah dapat terjaga dengan batasan yang rasional dan memiliki kendali terhadap dasar produksi dan perlakuan pasca panen. Selain itu perusahaan juga memiliki kendali terhadap kualitas produk dan memiliki kesempatan memperoleh dan memperkenalkan jenis bibit ternak baru serta peningkatan kemungkinan pemenuhan kebutuhan konsumen secara spesifik.
2.3. Potensi yang menguntungkan bagi Peternak
Bagi peternak kecil pemasaran hasil produk masih merupakan aspek penting yang membutuhkan penanganan. Peternak seringkali harus menerima resiko harga, fluktuasi harga ternak mempengaruhi kestabilan penerimaan, dan peternak dalam pemasaran adalah sebagai penerima harga (price taker). Sistem kontrak yang menjamin pemasaran dapat mengurangi biaya transportasi dan tidak ada pengeluaran biaya lainnya selama proses pemasaran. Mengurangi resiko harga yang ditetapkan pasar atau harga yang ditentukan oleh pembeli dilakukan dengan mencari informasi pasar yang lebih baik dan memiliki akses pasar yang pasti, dimana peternak dapat mengetahui kualitas dan kuantitas ternak sesuai permintaan pasar. Perusahaan dapat mengintroduksikan bangsa ternak unggul dan transfer teknologi kepada peternak agar produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan pasar. Dengan demikian insentif yang diterima lebih besar yang diperoleh dari efisiensi yang bisa diterapkan dengan harga pasar yang diterima .
2.4. Keuntungan yang diperoleh perusahaan
Sistem kerjasama memberikan keuntungan bagi perusahaan karena dapat menerapkan efektivitas biaya yang dikeluarkan. Perusahaan dapat memproduksi ternak sesuai kebutuhan pasar tidak perlu membangun kadang, tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga kerja, tidak mengeluarkan biaya untuk pakan. Kualitas yang dihasilkan konsisten karena ada jaminan kontrol dari kelompok tani.
2.5. Potensi kerugian yang ditimbulkan contract farming
• Bagi Peternak Contract farming berpotensi pada hubungan kerjasama yang kurang seimbang antara peternak dengan perusahaan. Terjadinya monopsony karena penolakan produk oleh perusahaan, kurang transparan dalam menentukan harga produk. Oligopoli juga terjadi akibat ketidak seimbangan kontrak tersebut. Kurang terjalin kepercayaan pada kedua belah pihak. Ketergantungan yang berlebihan diciptakan oleh perusahaan dapat menyebabkan hutang peternak yang tidak mampu dibayarkan. Hilangnya fleksibilitas dan peternak telah terperangkap dalam kontrak sehingga tidak memiliki kekuatan untuk berbuat banyak kecuali mengikuti kondisi, hal ini biasanya yang membuat peternak menderita. Perbedaan penerapan pola usaha dimana perusahaan bersifat komersial sedangkan peternak bersifat tradisional menyebabkan ketidak-amanan pangan.
• Bagi Perusahaan, dalam penerapan sistem contract farming, perusahaan mengeluarkan biaya transaksi yang cukup besar untuk mencari dan memilih peternak yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh suatu usaha. Selama kerjasama berjalan perusahaan juga dibebani biaya untuk monitoring. Permasalahan lain yang terjadi dan merugikan perusahaan seperti peternak tidak mampu menghasilkan produk sesuai keinginan perusahaan, peternak tidak mampu mengembalikan pinjaman kredit dan lainnya yang diakibatkan oleh gagalnya produksi. Perilaku buruk petani yang sering terjadi adalah penjualan produk yang dihasilkan peternak kepada perusahaan lain yang menjanjikan harga lebih atas fasilitas lainnya. Untuk input yang disediakan perusahaan maka biaya yang dikeluarkan adalah menjadi beban perusahaan. Penyalah gunaan input atau kredit yang diberikan pada peternak untuk digunakan pada produksi lain.
DATAR PUSTAKA
Sukarjo, 2001. Ilmu Perekonomian. Gajah Mada Press, Jogjakarta.
Hanifa, Dina, 2003. Dasar-dasar Modal Membangun Usaha. Jaya Media: Jakarta
Kusmini, 2001. Ilmu Manajemen Bisnis. Erlangga, Jakarta.
Eaton , M.A.O., dan Shepherd C. Castales, 2001. Contract Farming and Other Market Institutions as Mechanisms for Integrating Smallholder Livestock Producers in the Growth and Development of the Livestock Sector in Developing Countries.
Key dan Rusten, 2004. Formal and informal contract farming in poultry in Bangladesh.
Daryanto, A., 2004. Contract farming sebagai sumber pertumbuhan baru dalam bidang peternakan
Key dan Runsten (2004) . Contract Farming, Smallholders and Rural Development in Latin America